Minggu, 02 Oktober 2011

solusi masalah

I. Pemecahan Masalah Secara Analitis
Metode penyelesaian masalah secara analitis merupakan pendekatan yang cukup terkenal dan digunakan oleh banyak perusahaan, serta menjadi inti dari gerakan peningkatan kualitas (quality improvement). Secara luas dapat diterima bahwa untuk meningkatan kualitas individu dan organisasi, langkah penting yang perlu dilakukan adalah mempelajari dan menerapkan metode pemecahan masalah secara analitis (Juran, 1988; Ichikawa, 1986; Riley, 1998). Banyak organisasi besar (misalnya : Ford Motor Company, General Electric, Dana) menghabiskan jutaan Dolar untuk mendidik para manajer mereka tentang metode pemecahan masalah ini sebagai bagian dari proses peningkatan kualitas yang ada di organisasi mereka (Whetten & Cameron, 2002). Pelatihan ini penting agar para manajer dapat berfungsi efektif, yang salah satu cirinya adalah pada kemampuannya untuk memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Hunsaker (2005) yang menyatakan bahwa manajer yang efektif, seperti halnya Pemimpin Eksekutif Porsche, Wendelin Wiedeking, mengetahui cara mengumpulkan dan mengevaluasi informasi yang dapat menerangkan tentang masalah yang terjadi, mengetahui manfaatnya bila kita memiliki lebih dari satu alternatif pemecahan masalah, dan memberikan bobot kepada semua implikasi yang dapat terjadi dari sebuah rencana, sebelum menerapkan rencana yang bersangkutan.
A. Definisikan Masalah
Langkah pertama yang perlu dilakukan dengan metode analitis adalah mendefinisikan masalah yang terjadi. Pada tahap ini, kita perlu melakukan diagnosis terhadap sebuah situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang muncul. Sebagai contoh : Seorang manajer yang mempunyai masalah dengan staf-nya yang kerapkali tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya pada waktu yang telah ditentukan. Masalah ini bisa terjadi karena, cara kerja yang lambat dari staf yang bersangkutan. Cara kerja yang lambat, bisa saja hanya sebuah gejala dari permasalahan yang lebih mendasar lagi, seperti misalnya masalah kesehatan, moral kerja yang rendah, kurangnya pelatihan atau kurang efektifnya proses kepemimpinan yang ada.
Agar kita dapat memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu masalah, diperlukan upaya untuk mencari informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya, agar masalah dapat didefinisikan dengan tepat.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari pendefinisian masalah yang baik:
  • Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif dipisahkan dari persepsi
  • Semua pihak yang terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi
  • Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/tegas. Hal ini seringkali dapat menghindarkan kita dari pembuatan definisi yang tidak jelas
  • Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya ketidak-sesuaian antara standar atau harapan yang telah ditetapkan sebelumnya dan kenyataan yang terjadi.
  • Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas, pihak-pihak yang terkait atau berkepentingan dengan terjadinya masalah.
  • Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar. Contoh: Masalah yang kita hadapi adalah melatih staf yang bekerja lamban. 
Buat Alternatif Pemecahan Masalah.
Langkah kedua yang perlu kita lakukan adalah membuat alternatif penyelesaian masalah. Pada tahap ini, kita diharapkan dapat menunda untuk memilih hanya satu solusi, sebelum alternatif solusi-solusi yang ada diusulkan. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan dalam kaitannya dengan pemecahan masalah (contohnya oleh March, 1999) mendukung pandangan bahwa kualitas solusi-solusi yang dihasilkan akan lebih baik bila mempertimbangkan berbagai alternatif (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari pembuatan alternatif masalah yang baik:
  • Semua alternatif yang ada sebaiknya diusulkan dan dikemukakan terlebih dahulu sebelum kemudian dilakukannya evaluasi terhadap mereka.
  • Alternatif-alternatif yang ada, diusulkan oleh semua orang yang terlibat dalam penyelesaian masalah. Semakin banyaknya orang yang mengusulkan alternatif, dapat meningkatkan kualitas solusi dan penerimaaan kelompok.
  • Alternatif-alternatif yang diusulkan harus sejalan dengan tujuan atau kebijakan organisasi. Kritik dapat menjadi penghambat baik terhadap proses organisasi maupun proses pembuatan alternatif pemecahan masalah.
  • Alternatif-alternatif yang diusulkan perlu mempertimbangkan konsekuensi yang muncul dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.
  • Alternatif–alternatif yang ada saling melengkapi satu dengan lainnya. Gagasan yang kurang menarik , bisa menjadi gagasan yang menarik bila dikombinasikan dengan gagasan-gagasan lainnya. Contoh : Pengurangan jumlah tenaga kerja, namun kepada karyawan yang terkena dampak diberikan paket kompensasi yang menarik.
  • Alternatif-alternatif yang diusulkan harus dapat menyelesaikan masalah yang telah didefinisikan dengan baik. Masalah lainnya yang muncul, mungkin juga penting. Namun dapat diabaikan bila, tidak secara langsung mempengaruhi pemecahan masalah utama yang sedang terjadi.
C. Evaluasi Alternatif-Alternatif Pemecahan Masalah
Langkah ketiga dalam proses pemecahan masalah adalah melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif yang diusulkan atau tersedia. Dalam tahap ini , kita perlu berhati-hati dalam memberikan bobot terhadap keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif yang ada, sebelum membuat pilihan akhir. Seorang yang terampil dalam melakukan pemecahan masalah, akan memastikan bahwa dalam memilih alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan:
  • Tingkat kemungkinannya untuk dapat menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan terjadinya masalah lain yang tidak diperkirakan sebelumnya.
  • Tingkat penerimaan dari semua orang yang terlibat di dalamnya
  • Tingkat kemungkinan penerapannya
  • Tingkat kesesuaiannya dengan batasan-batasan yang ada di dalam organisasi; misalnya budget, kebijakan perusahaan, dll.
Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari evaluasi alternatif-alternatif pemecahan masalah yang baik:
  • Alternatif- alternatif yang ada dinilai secara relatif berdasarkan suatu standar yang optimal, dan bukan sekedar standar yang memuaskan
  • penilaian terhadap alternative-alternatif yang ada dilakukan secara sistematis, sehingga semua alternatif yang diusulkan akan dipertimbangkan,
  • Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan organisasi dan mempertimbangkan preferensi dari orang-orang yang terlibat didalamnya.
  • Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan dampak yang mungkin ditimbulkannya, baik secara langsung, maupun tidak langsung
  • Alternatif yang paling dipilih dinyatakan secara eksplisit/tegas.
D. Terapkan Solusi dan Tindak- Lanjuti
Langkah terakhir dari metode ini adalah menerapkan dan menindak-lanjuti solusi yang telah diambil. Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu masalah, kita perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan terjadinya resistensi dari orang-orang yang mungkin terkena dampak dari penerapan tersebut. Hampir pada semua perubahan, terjadi resistensi. Karena itulah seorang yang piawai dalam melakukan pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan meningkatkan kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh orang-orang yang terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang bersangkutan (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah karakteristik dari penerapan dan langkah tindak lanjut yang efektif:
  • Penerapan solusi dilakukan pada saat yang tepat dan dalam urutan yang benar. Penerapan tidak mengabaikan faktor-faktor yang membatasi dan tidak akan terjadi sebelum tahap 1, 2, dan 3 dalam proses pemecahan masalah dilakukan.
  • Penerapan solusi dilakukan dengan menggunakan strategi "sedikit-demi sedikit" dengan tujuan untuk meminimalkan terjadinya resistensi dan meningkatkan dukungan.
  • Proses penerapan solusi meliputi juga proses pemberian umpan balik. Berhasil tidaknya penerapan solusi, harus dikomunikasikan , sehingga terjadi proses pertukaran informasi
  • Keterlibatan dari orang-orang yang akan terkena dampak dari penerapan solusi dianjurkan dengan tujuan untuk membangun dukungan dan komitmen
  • Adanya sistim monitoring yang dapat memantau penerapan solusi secara berkesinambungan. Dampak jangka pendek, maupun jangka panjang diukur.
  • Penilaian terhadap keberhasilan penerapan solusi didasarkan atas terselesaikannya masalah yang dihadapi, bukan karena adanya manfaat lain yang diperoleh dengan adanya penerapan solusi ini. Sebuah solusi tidak dapat dianggap berhasil bila masalah yang menjadi pertimbangan yang utama tidak terselesaikan dengan baik, walaupun mungkin muncul dampak positif lainnya.

Masalah organisasi

Dinamika Kelompok dalam Organisasi

Besar atau kecilnya jumlah kelompok dalam suatu organisasi tidak akan mempengaruhi terhadap organisasi kalau kelompok yang bersangkutan tidak dinamis. Tetapi ada kecenderungan bahwa semakin besar jumlah kelompok semakin sulit untuk berkomunikasi aktif di antara sesama anggotanya sehingga kelompok tersebut tidak aktif. Tetapi sebaliknya semakin kecil jumlah kelompok maka semakin mudah untuk berkomunikasi sesama mereka dan semakin dinamis pula kelompok tersebut.
Oleh sebab itu, di dalam organisasi yang perlu diperkirakan ialah dinamika kelompok ini karena setiap kelompok akan berusaha mencapai sasarannya sesuai dengan norma-norma kelompoknya. Dengan alat sosiometri seorang pimpinan dengan melihat bagaimana tingkah laku kelompok dalam unit organisasinya sehingga dia dapat memanfaatkan kelompok yang dinamis ini dengan mengarahkannya kepada pencapaian tujuan organisasi. Tetapi bagi pimpinan yang tidak dapat menyesuaikan kebijaksanaannya dengan perkembangan kelompok dalam unit organisasinya maka dinamika kelompok ini dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif seperti merongrong organisasi sehingga tidak sukses mencapai tujuannya.



Konflik Kelompok

Teori lama memandang konflik antara keluarga harus dihindari karena akibatnya dapat menghancurkan organisasi. Pandangan yang demikian sejalan dengan pandangan Teori Klasik yang memandang organisasi itu harus stabil. Kalau organisasi stabil maka setiap masalah organisasi dapat diselesaikan oleh manajer sesuai dengan kedudukannya di dalam hierarki organisasi. Tetapi Teori Modern memandang konflik itu perlu diciptakan di dalam organisasi sehingga organisasi cepat berkembang dan dinamis. Pandangan yang demikian juga sejalan dengan pandangan modern yang menganggap organisasi harus berinteraksi dengan lingkungan yang selalu berubah-ubah. Dalam hal ini, di dalam organisasi akan selalu timbul konflik di antara kelompok-kelompok kerja dalam usahanya untuk menyelesaikan diri dengan lingkungannya.
Konflik antarkeluarga akan membuat organisasi berkembang secara dinamis asal di antara kelompok-kelompok yang berselisih masih tetap terjadi tukar-menukar informasi dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi. Tetapi kalau tukar-menukar informasi tidak lagi terjadi maka konflik yang demikian perlu cepat diperbaiki supaya tidak sampai masing-masing keluarga berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi. Kalau setiap kelompok telah keluar dari koordinasi akibatnya organisasi dapat menjadi berantakan. Oleh sebab itu konflik dapat mengembangkan organisasi tetapi dalam batas-batas tertentu dapat pula menghancurkan organisasi.

Lingkungan Organisasi

Dalam keadaan dunia yang serba tergantung sekarang ini tidak mungkin lagi suatu organisasi mengucilkan dirinya dari lingkungan. Lingkungan selalu berubah-ubah dengan semakin modernnya dunia, dan pengaruhnya terhadap organisasi terjadi secara signifikan. Walaupun demikian masih ada organisasi yang stabil karena lingkungannya tidak berubah. Organisasi yang demikian disebut tertutup. Tetapi bagi organisasi yang lingkungannya selalu berubah maka organisasi harus terbuka supaya dia tidak ketinggalan zaman. Dalam hal ini organisasi akan menerima input secara terus-menerus dari lingkungan yang akan diprosesnya menjadi input. Sebaliknya organisasi akan menerima umpan balik dari lingkungan untuk selanjutnya akan memprosesnya sesuai dengan permintaan lingkungan yang selalu berubah-ubah tersebut.
Oleh sebab itu bagi organisasi yang lingkungannya berubah-ubah harus selalu berinteraksi dengan lingkungan supaya sukses mencapai sasarannya. Lingkungan itu ada yang bersifat umum yang mempengaruhi organisasi di mana pun berada dan lingkungan khusus yang mempengaruhi organisasi tertentu saja.

Tingkah Laku Individu dan Motivasinya

Tingkah laku individu adalah kombinasi dari faktor kepribadian dan lingkungan. Jadi terjadinya tingkah laku itu ada faktor yang menyebabkan yaitu faktor lingkungan yang disebut stimuli. Lalu diproses menjadi keinginan, kesukaan, atau ketidaksenangan terhadap stimuli yang diterima melalui komponen afeksi, kognisi, dan konasi sehingga individu memperoleh suatu makna dari stimuli yang diterimanya. Dari proses ini lahirlah pandangan atau sikapnya terhadap stimuli atau objek yang diterimanya itu. Pandangan atau sikap ini akan cepat keluar dengan didorong oleh faktor motivasi sehingga terjadilah tindakan atau tingkah laku individu. Oleh karena cara memproses stimuli berbeda-beda dan motivasi juga berbeda-beda maka akan melahirkan tingkah laku yang berbeda-beda pula. Hal inilah yang harus dipahami oleh pihak manajer sehingga sedapat mungkin dapat mengarahkan tingkah laku individu yang berbeda-beda dalam organisasinya.

Kepemimpinan sebagai Inti Manajemen

Kepemimpinan adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain supaya mau mengikuti dan menjalankan apa yang telah diputuskan oleh organisasi. Yang dipengaruhi ialah tingkah laku para bawahan supaya menyatukan arah tindakannya kepada sasaran yang ingin dicapai. Peranan utama pemimpin ialah pengambilan keputusan. Model keputusan pimpinan itu bermacam-macam yaitu dapat berupa keputusan rasional, bounded rasionality, rasional komprehensif, incremental, dan Mix-Scanning. Model mana yang diikuti oleh seorang pemimpin tergantung pada situasi dan masalah yang dihadapi oleh organisasi.
 Di dalam organisasi setiap pejabat yang menduduki tingkat organisasi adalah pengambil keputusan. Dengan keputusan-keputusan yang diambilnya maka organisasi dapat digerakkan dengan cara kepemimpinan yang diterapkan. Oleh sebab itu kepemimpinan menjadi kunci keberhasilan organisasi.

  • Analisis Kebijaksanaan, yaitu menganalisis dan mendiagnosis tujuan (visi, misi) organisasi, serta kebijaksanaan, strategi dan taktik dalam mencapai tujuan tersebut;
  • Analisis Organisasi, yaitu mendiagnosis dan menganalisis tugas pokok, pengelompokan fungsi-fungsi, rentang kendali, dan lain-lain prinsip organisasi yang umumnya tertuang dalam struktur organisasi.
  • Analisis Jabatan, yaitu mendiagnosis dan menganalisis jabatan-jabatan dari segi uaraian tugasnya, bebannya, persyaratannya, kualifikasi pejabatnya, dan lain-lain.
  • Analisis Tatakerja, yaitu mendiagnosis dan menganalisis pedoman kerja, prosedur kerja, tata kerja, peralatan kerja, sistem pelaporan kerja,  dll.
 
Berdasarkan hasil-hasil analisis manjemen yang telah dilaksanakan, akan dapat dirumuskan dimana letak kesalahan (penyakitnya) atau masalahnya. Masalah-masalah yang ada/ditemukan kemudian diurutkan berdasarkan prioritasnya dengan menggunakan pohon masalah. Dalam hal ini diperlukan kemahiran dalam menggambarkan jaringan atau pohon masalah, sehingga benar-benar dapat dikenali akar masalahnya.